Selasa, 05 April 2005

Petronas Bidik Pasar Hilir Migas

[Sinar Harapan] - Pasar pelumas di Indonesia amat menjanjikan, sejalan dengan jumlah populasi kendaraan yang terus bertumbuh. Kalangan industri berlomba-lomba menawarkan produk baru untuk kebutuhan pasar tersebut. Sampai-sampai, konsumen dibuat “bingung,” mana produk pelumas yang pas untuk kendaraannya.

Kebutuhan pelumas per tahun di Indonesia, menurut data, sekitar 625.000-650.000 kiloliter. Jumlah itu setelah dicek ulang ke beberapa industri, tak berubah dari tahun ke tahun. Penyebabnya, karena mutu pelumas saat ini lebih tahan lama sehingga permintaan tetap stagnan.

Liberalisasi pasar pelumas di Indonesia yang terjadi pada 2001 memberi angin pada perusahaan asing untuk meramaikan pasar pelumas yang gemuk itu. Pangsa pasar Pertamina yang semula 80 persen, menciut menjadi 58 persen pada 2003. Selebihnya diperebutkan oleh pemain lokal dan asing.

Salah satu pemain asing yang bersemangat dengan pasar Indonesia adalah Petrolium Nasional Berhad atau Petronas, perusahaan minyak dan gas bumi dari Malaysia. Menurut Faris Mustaffa, Presiden Direktur PT Petronas Niaga Indonesia, pasar pelumas di sini masih terbuka luas.

Dia menganalisis konsumen Indonesia saat ini masih banyak memakai produk pelumas berkualitas menengah. “Itulah sebabnya kami hadir di sini dengan produk berkualitas tinggi,” ujarnya usai peluncuran Petronas Syntium API SM, spesifikasi pelumas tertinggi, di Jakarta, Selasa (3/5).

Sabtu, 25 Desember 2004

Laporan New York Times Soal Newmont Sama dengan Temuan Tim Terpadu

[Tempo Interaktif] - Laporan audit internal Newmont yang dibeberkan dalam harian New York Times (22/12), juga ditemukan oleh Tim Terpadu Penanganan kasus Buyat.

Pembuangan sebanyak 33 ton merkuri langsung, sudah dicurigai oleh tim terpadu dalam laporannya tertanggal November 2004. "Ini bisa dilihat dari turunnya jumlah drum berisi kalomel (merkuri buangan industri dalam bentuk gel) yang dikirim PT Newmont Minahasa Raya ke Pusat Pengolahan Limbah Industri di Bogor pada 2003," ujar anggota tim terpadu Raja Siregar ketika dihubungi Tempo, Sabtu (25/12).

Raja menjelaskan, tidak semua logam merkuri (hasil sampingan pengolahan bijih emas) dibuang ke laut berupa tailing. Ada juga yang diolah di Pusat Pengolahan Limbah Industri di Bogor.

Awalnya, proses pengolahan biji emas yang mengandung unsur As, Hg, Sb, Cu, Fe, Mn, Sb, dan Ag di PT NMR dimulai dengan pengecilan ukuran (crusher), pemanggangan (roasting), sianidasi (leaching), dan absorbsi emas dengan karbon.

Dalam proses pemanggangan digunakan mercury scrubber untuk menangkap merkuri yang terlepas ke udara dan mengubahnya dalam bentuk gel (kalomel). Kalomel inilah yang dikirim ke Bogor.