Rabu, 13 Februari 2008

Negosiasi dengan Exxon Soal Natuna Dihentikan

[Media Indonesia] - Pemerintah akhirnya menghentikan negosiasi menyangkut periode kontrak dan porsi bagi hasil Blok Natuna D Alpha, Kepulauan Riau, dengan ExxonMobil Oil.

Hingga perundingan terakhir, tim perunding tidak mencapai titik temu berbagai masalah prinsipil dengan Exxon.

Menurut Kepala BP Migas Kardaya Warnika, dengan tidak dicapainya titik temu tersebut maka sekarang keputusan perpanjangan kontrak yang tadinya berada ditangan tim perunding, sudah diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah, dalam hal ini Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"Berdasarkan negosiasi, tidak terjadi titik temu dengan ExxonMobil. Jadi negosiasi kami hentikan," kata Kardaya yang juga bertindak selaku Ketua Tim Perunding.

Ketika ditanya lebih lanjut mengenai masalah apa saja yang tidak mencapai titik temu, Kardaya enggan menjelaskan. "Saya sebagai tim perunding, secara etika tidak boleh membocorkan isi perundingan," tandasnya.

Begitupula, ketika diminta untuk menegaskan, apakah dengan demikian kontrak dengan Exxon tidak akan diperpanjang, Kardaya memilih bungkam. "Anda bisa artikan sendiri dengan dihentikannya perundingan ini," imbuhnya.

Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro sendiri mengakui ada sejumlah masalah yang merintangi perundingan Natuna. "Dilaporkan Kepala BP Migas ke kita (ESDM) ada 9 item yang dispute. Diantaranya soal split, pajak, dan cost," ungkapnya.

Kepala BKPM: Newmont Sengaja Punya Agenda Sendiri

[Media Indonesia] -Kepala Badan Penanaman Modal (BKPM) Muhammad Lutfi menegaskan investor asing harus menghormati hak pemerintah dan masyarakat Indonesia sesuai hukum dan aturan yang berlaku.

Pernyataan ini disampaikan Lutfi terkait ditetapkannya status default dalam divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara. Kepala BKPM mengatakan sejak Desember 2007 BKPM telah bertindak selaku wakil pemerintah untuk mendorong kesepakatan divestasi. Akan tetapi, dalam pertemuan 15 Januari 2008 tidak dicapai kesepakatan.

Bahkan, lanjut Lufi, Newmont menolak menjalankan divestasi sesuai kesepakatan yang telah disetujui dalam kontrak karya. Untuk itu, dia sangat menyayangkan keputusan NNT tersebut. "Posisi pemerintah sangat jelas. Perusahaan asing yang beroperasi di wilayah Indonesia dapat beroperasi lancar tanpa gangguan. Namun, investor tanpa kecuali harus menghormati hak pemerintah, masyarakat Indonesia, sesuai hukum dan aturan yang disepakati," tandas Lutfi, Senin (11/2).

Lebih jauh, Lutfi menjelaskan alasan NNT menolak pelaksanaan divestasi karena tenggat waktunya sudah habis. Bahkan, sesuai risalah rapat, NNT malah menawarkan beberapa mitra strategisnya antara lain grup Trakindo sebagai calon pembeli saham NNT yang akan didivestasikan. Akan tetapi dia beranggapan sebaliknya, bahwa proses tersebut masih berjalan dan belum habis tenggat waktunya.

Rabu, 06 Februari 2008

Newmont kini dinahkodai Patrick Hickey

[Bisnis Indonesia] - PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) mengangkat Patrick Hickey sebagai Presiden Direktur (Presdir) yang baru terhitung mulai 1 Februari 2008.

Siaran Pers yang diterima ANTARA Mataram, menyebutkan, Patrick Hickey bergabung dengan Newmont Mining Corporation pada 1996 setelah sebelumnya bekerja di BHP Refining Incorporation. Jabatan pertama di Newmont adalah Lead Mechanical Engineer yang terlibat dalam konstruksi proyek tambang Batu Hijau.

Pada 2003 Patrick Hickey pindah ke Yanacocha, Peru sebagai General Manager pada proyek tambang Minas Conga. Ia bergabung kembali ke Proyek Batu Hijau pada Januari 2006 sebagai Group Executive Operations, Indonesia dan sekaligus General Manager PTNNT.

"Patrick telah lebih dari 10 tahun tinggal di Indonesia dan memiliki pengetahuan yang baik tentang pemerintah dan rakyat Indonesia," kata Brian Hill, Vice President Newmont Asia Pacific.

Selasa, 08 Januari 2008

Newmont beri pinjaman ke Pemkab Sumbawa

[Bisnis Indonesia] - Newmont Indonesia Limited (NIL) dan Nusa Tenggara Mining Corportion (NTMC), pemilik saham NNT, sepakat menjadikan pinjaman untuk divestasi 2% bagi Pemkab Sumbawa sebagai pendapatan yang 'hilang' bila sampai masa tambang usai, pinjaman gagal dibayarkan.

Presdir Newmont Pasific Nusantara (NPN) Martiono Hadianto mengatakan selain fasilitas itu, keduanya juga memberikan fasilitas pinjaman tanpa jaminan dan bersifat jangka panjang yang diklaim sama sekali tidak akan memberatkan Pemkab Sumbawa.

"Kalau ternyata dengan harga itu Pemkab tidak bisa melunasi pinjamannya sampai dengan masa tambang berakhir, kami sudah sepakat untuk di-for gone-kan saja," paparnya kemarin.

Senin, 07 Januari 2008

Newmont sepakat jadikan pinjaman Pemkab Sumbawa untuk divestasi

[Bisnis Indonesia] - Newmont Indonesia Limited (NIL) dan Nusa Tenggara Mining Corportion (NTMC), pemilik saham NNT, sepakat untuk menjadikan pinjaman untuk divestasi 2% bagi Pemkab Sumbawa sebagai pendapatan yang ‘hilang’ bila sampai masa tambang usai, pinjaman gagal dibayarkan.

Presdir Newmont Pasific Nusantara (NPN) Martiono Hadianto mengatakan selain fasilitas itu, keduanya juga memberikan fasilitas pinjaman tanpa jaminan dan bersifat jangka panjang yang diklaim sama sekali tidak akan memberatkan Pemkab Sumbawa.

“Kalau ternyata dengan harga itu Pemkab tidak bisa melunasi pinjamannya sampai dengan masa tambang berakhir, kami sudah sepakat untuk di-for gone-kan saja,” paparnya hari ini.

Pemkab Sumbawa telah sepakat membeli 2% saham yang merupakan bagian dari divestasi 7% saham pada 2007. Tapi, sekalipun saham yang didivestasi adalah bagian dari program 2007, kua perusahaan pemilik saham PT NNT sepakat menggunakan harga divestasi 2006 sebagai patokannya.

Senin, 24 Desember 2007

3 Pemda di NTB harus pemegang saham mayoritas'

[Bisnis Indonesia] - Kalangan anggota Komisi VII DPR menegaskan tiga pemerintah daerah di NTB harus menjadi pemegang saham mayoritas-bahkan kalau mungkin 100%-pada perusahaan daerah yang akan menerima divestasi 7% saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) senilai US$254,2 juta.


Achmad Farial dan Ade Daud Nasution, keduanya anggota Komisi VII, menegaskan divestasi 7% saham NNT yang harus tuntas pada 2007 ini-termasuk juga divestasi 3% saham pada 2006-seharusnya menguntungkan masyarakat di tiga pemda itu yaitu Pemprov Nusa Tenggara Barat (NTB), Pemkab Sumbawa (PS), dan Pemkab Sumbawa Barat.

"Perusda yang dibentuk oleh tiga pemda itu harus menguasai mayoritas. Kalau BUMD itu bekerja sama dengan swasta dan ternyata swasta yang menjadi mayoritas, sudah bisa dipastikan keuntungan dari tambang emas dan tembaga di sana akan keluar lagi dari NTB. Masyarakat akan gigit jari lagi," ujar Achmad di Jakarta kemarin.

Kamis, 06 Desember 2007

Tragedi Marubeni Merusak Iklim Investasi, Presiden SBY Harus Turun Tangan

[Masyarakat Pemantau Investasi Asing] - Upaya pemerintah RI yang relatif gencar melakukan promosi investasi untuk menggaet investor asing ke Indonesia, termasuk memasang iklan di media internasional dinilai tidak efektif. Hal ini sangat erat kaitannya dengan pengalaman buruk yang dialami perusahaan asing asal Jepang. Marubeni Corporation. Inilah saatnya Presiden Susilo Bambang Yudhono (SBY) turun tangan, meminimalisasi faktor-faktor yang merusak iklim investasi nasional.

Tragedi Marubeni, istilah ini sangat tepat ditujukan kepada Marubeni Corporation. Pasalnya, perusahaan asal asal negeri sakura itu mengalami nasib sial berkali-kali. Pertama, sebagai tergugat dalam kasus melawan Sugar Group Company (SGC) yang kini dimiliki oleh pengusaha Gunawan Yusuf, Marubeni diputus telah melakukan perbuatan hukum di Pengadilan Negeri (PN) Gunung Sugih, Lampung Utara. Kedua, Marubeni juga diputus terbukti melakukan perbuatan melawan hukum di PN Bumi Lampung. Ketiga, gugatan perdata terhadap PT Sweet Indolampung di PN Jakpus juga pupus di tengah jalan, soalnya PN tersebut mengabulkan eksepsi perusahaan itu beberapa waktu lalu.

Tragedi Marubeni ini mengundang perhatian investor internasional, karena dianggap menabrak kelaziman bisnis pada umumnya. SGC yang sebelumnya dimiliki oleh Grup Salim (yang terikat perjanjian MSAA) diserahkan kepada pemerintah, yang kemudian dilelang oleh BPPN dan kini dimilliki oleh Gunawan Yusuf melalui PT Garuda Panca Arta (GPA).
Soal masalah utang dengan Marubeni, sebenarnya BPPN telah menjelaskan dan mengungkapkan keberadaan utang-utang tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Info Memo, bahkan PT GPA (Gunawan Yusuf) juga telah menandatangani Conditional Share Purchase and Loan Transfer Agreement (29 November 2001). Bukan itu saja, GPA juga memina bantuan agar terjadinya restrukturisasi utang terhadap Marubeni. Pada 12 Maret 2003, GPA juga telah mengajukan penawaran utang kepada Marubeni menjadi 19 juta dolar AS dalam bentuk prommissory note.

Sangat tidak masuk akal jika kemudian Marubeni Corporation yang memberikan utang PT Sweet Indolampung dan PT Indolampung Perkasa dan digunakan perusahaan untuk membangun pabrik gula dan pembelian mesin-mesin pabrik gula, kemudian menjadi pihak yang divonis bersalah. Padahal hingga saat ini pabrik dan mesin-mesin tersebut tetap beroperasi dan menghasilkan keuntungan yang signifikan dan dinikmati oleh pengusaha Gunawan Yusuf. Sungguh kasihan nasib Marubeni Corporation.


Benar kata orang bahwa iklim investasi di Indonesia ini ditentukan oleh kepastian hukum. Oleh sebab itu, sepanjang masalah ini tidak bisa ditegakkan oleh pemerintah sebaiknya kita semua menyepakati untuk menghentikan semua kegiatan promosi investasi, yang hanya menghmabur-hamburkan uang negara. Mau atau tidak, Presiden SBY memang harus tangan, karena Tragedi Marubeni telah meluluh-lantakkan kepercayaan investor internasional terhadap Indonesia. [Donk Ghanie, Koordinator]